(bukan) Tetangga Baru yang Baik

Almost 3 months after move on alias hijrah dari Bandeng 7, dengan suasana baru, ‘kehidupan’ baru dan tentunya harapan baru, untuk masa depan yang lebih baik hehe, di samping tujuan utama berbakti kepada orang tua, I do.

Rumah mungil, namun penuh cahaya, itu yang kusuka, maklum rumahnya menghadap timur. Dari pagi sampe malam hemat lampu dan kipas angin lah, paling ga hemat listrik dan ga perlu mikirin beli AC, mengingat panasnya Banda Aceh, heuleh-heuleh. Ada banyak AC alam, free fully-long life service, asal ga masuk angin aja kalo kelamaan mangap hehe.

Tinggal berdua dengan keponakan Kiki, dan bertiga dengan old brother klo di akhir pekan awalnya ya gitu-gitulah. Lama-lama yaa gitu-gitu juga :p. Bukan Kiki yang ingin dibahas di sini. Malas ngomongin dia. Ga da untung ruginye, sodara-sodara. Tapi para tetangganya! Eh kenapa dengan tetangga? Suka gossip? Suka ngomongin infotainment?? Suka ngajak arisan??? Bukan, bukann itu. Gimana mau dapat yang tiga tadi, gossip, info artis terbaru, dan arisan…kenal aja sama tetangganya belon. HAAA???? SUDAH MAU TIGA BULAN tinggal di situ belum kenalan sama tetangga? Pendatang baru macam apa kamu? Sombong banget sih jadi new comer! Gimana kalo ada apa-apa? Sakit misalnya di kala-sedang-sendirian-dan-sedang-kesepian?? Hahaha yang terakhir ga da hubungannya kale :P.

Oke..oke..saya akui saya sombong, untuk hal ini. Maafkan. Kalo boleh saya menyatakan alasan, saya sibuk dan tidak melihat adanya tanda-tanda pintu terbuka di lorong komplek ‘kuburan’ ini. Alasan saya ditolak? Oke.. baiklah, saya akui saja klo saya memang sombong.

Padahal, sebenarnya tidak bukan? Ya kan??, senang saya bisa melihat kamu mengangguk. Terima kasih teman. Saya tahu itu. HAHAHAHa…. /tulisan macam apa ini, jadi ketawa sendiri saya :D/, lanjuddd….

Saya sadar diri kok  *from my deepest bottom of my heart ^^*

Teorinya ya, sebagai tetangga yang baik, pertamanya saya harus memulai dengan menyempatkan diri bertandang ke rumah tetangga dengan muka full smile, membawakan makanan siap santap semacam buburlah, ato apalah yang bisa menimbulkan interaksi. Kalo perlu disiapkan dulu, apa saja nanti topik-topik yang akan dibicarakan. Kan teorinya ada aksi ada reaksi. Cem mana tetangga mau bereaksi, saya saja tidak melakukan aksi. Parah.

Aduuhhh, itu bukan saya banget, jeng! Saya tidak suka basa-basi. Kalo papasan saya pasti akan memberikan senyum terbaik dan termurah hehe (taukan klo senyum terbaik dan termahal saya berikan ke siapa?? Hehe lupakan lupakan :P, kembali ke.. tetangga). Apalagi kalo diminta tolong, InsyaAllah kalo bisa dan mampu, tangan saya sangat ringan lho, kecuali bagian perut ke bawah, you know lah :D. Tapi saya kok kesusahan mengingat wajah-wajah tetangga saya yah, berhubung saya juga jarang ngintip-ngintip lewat jendela ini, seperti perlu saya perbanyak frekwensi ini hehehe… Paling tidak kadar sombong saya berkuranglah.

Biarpun saya ‘sombong’, saya suka bertanya ke ponakan saya itu. Siapa-siapa saja penghuni rumah depan, rumah samping dan rumah belakang, oh belakang ga da rumah, saya ngarang barusan. Dia lebih duluan buka lapak di komplek ini, rumah soulmatenya di lorong ini juga soalnya, dan kebanyakan lorong ini emang orang kampungnya. Ya iyalah. Secara saya jauh di atas mereka yang rata-rata kuliahan dan masih fresh-fresh, sementara saya juga ditenggelamkan oleh kerjaan. Yahhh nasib demi bakti kepada nanggroe tercinta dan demi beli susu anak dan segenggam berlian, rela-pulang-malam-malam-dan-rela-kehujanan. Yang tadi, lebay!!

Oke. Tahun sudah mau berganti, ini program saya dalam hal kehidupan berwarga negara yang baik, rajin-rajinlah memasak bubur.

😀 😀 :p

Selamat Hari mu Bunda

Tidak perlu banyak kata untuk mengungkapkan keberadaan mu Bunda ku,

Karena kutahu berjuta kata pun tak kan cukup untuk melukiskan betapa berartinya dirimu bagiku.

I luv u so…


 

*deep hug from far away
Maafkan anakmu ini Mak, permintaan itu belum dapat dipenuhi >.<


Nasib Minoritas

Bangga saya…

Banda Aceh makin cantik saja akhir-akhir ini. Banyak sekali pembenahan infrastruktur yang telah dilakukan setelah fase rehab-rekon. Kiblat style bangunan juga ga kalah lah sama kota-kota lain dan perkembangan dunia, didominani gaya serba  minimalis.. *kebayang budget-nya pasti maksimalis*

Penduduknya juga makin cantik-cantik aja, makin begaya, makin tampak modern-nya, sophisticated lah, terutama yang lady-lady nya. Kalau cowok-nya standar lah klo soal gaya. Mode-mode ter-uptodate yang biasanya kita lihat di televisi, dengan mudah dapat kita temui di sini, pastinya dengan sedikit sentuhan nuansa islami. Ketat ga papalah, yang penting berjilbab hoho :p

Bagai pemerhati mode, beragam komentar  keluar dari pembicaraan kami kemarin sewaktu di kondangan adik teman arisan Sidipeners, Reynilda. Sementara gaya –nya saya dan Dara beraroma kantor. Style kami sangat di bawah standard untuk menghadiri resepsi itu. Dengan bermodal make-up ala kadarnya, sedikit polesan lipbalm *tapi saya gak yakin Dara pake ginian, ini anak Pe-de-pe-ka yang berpenampilan macho, salah jurusan kuliah ni anak :p*, beragam macam model baju dan jilbab berlapis-lapis dan berlilit-lilit kami temui. Keren lah. Jauhh dari style kami, tapi kami pede! huhu  😀 😀

“Kak, kita kayak ke kantor ya hahaha” Dara buka suara

“Hhaha, mereka niat kali semuanya ke kondangan yah”…hayeu that…

“Kita kaum minoritas..hihi*

“Hayo kita pulang saja, Dara” … Hahaha…. Berhubung menunya uenakk enak kami abaikan saja keminimalisan-keminoritasan kami. Pede  aja lah 😀

“minoritas  ga papa lah, yang penting makan hohoho”

… … …

Pulang kondangan, mari kita ke Pasar Aceh, berhubung lokasi resepsi masih di seputaran PA..

“Dara, ga rugi juga kita berpakaian ginian, selesai kondangan masih bisa jalan-jalan ke pasar, klo kondean kan mikir buat ke pasar, haghah”

Dan, di Pasar Aceh…

“Bagus-bagus ya model baju sekarang..” kami berceloteh sambil melewati toko-toko yang menjajakan pakaian..


Dan obrolan berpindah ke topik lain…

“.. muka orang juga pada mulus-mulus yaa….” Kata Dara

… dan pada waktu itu juga, muncul di hadapan kami ada ibu-ibu muda yang berwajah mulus dan modis.. 😀 😀 aihhhhh…. Kami semakin terpuruk, baru juga dibicarakan langsung ada ‘model’nya. Kami langsung bengong berpandangan, mulus sekali dan kemerahan…

Waah….

“kita kok semakin masuk kategori minoritas ya, Dara”… “mari kita ke salon hahahha”

“Mari kita pulang” hahahhahahahahahahaha

“Emanglah kita para ‘nelayan’ ini ga cocok ke tempat ginian..  :D”.. secara route harian kita Ulee Lheue dan Lhoknga.


What a nice day, huhh 😀 😀

 

 

Cocoknya ya ginian, di laut :D
Cocoknya ya ginian, di laut 😀

Dorama, Sinetron dan Selera

Diperkenalkan oleh Alam sewaktu kerja di SDC (akrabnya Sidipen) dulu, saya semakin menikmati menonton dorama (drama jepang-red) sampai saat ini. Rasanya menonton dorama seperti melihat suguhan kisah kehidupan yang nyata,tanpa dibuat-buat. Suguhan tanpa  dilebay-lebay-kan, tidak seperti dramanya (baca: sinetron)nya Indonesia.  Mungkin, ada juga sih yang lebay, hanya saja saya tidak tahu kali yaa, hehe

Tipikal sinetron kita musiman kayanya, kalau lagi musim hilang anak, sinetron A hilang anak, sinetron B, C dan D juga hilang anak. Trus giliran ketukar anak, juga semua pada latah nukar-nukar anak hihi. Giliran trend dengan tema tes DNA, tes DNA semua. Semacam dipaksakan scenario, disesuaikan dengan ‘kebutuhan’ pemirsa kali yah :D.

Lucunya lagi, judulnya juga gak variatif-variatif kali. Klo lagi trend 1 kata, pada rame berjudul 1 kata  semacam: Cincing, Kalung, Gelang, Anting (borong toko perhiasan haghah – ngarang).  Dulu juga ada trend, menggunakan nama pemain utama sebagai judul sinetron: ada Aisyah, Hafizah, Azizah, Fauziah, Ajeng..eh bukan itu penghuni Bandeng 7! Uhuu..

Kemarin-kemarin sempat juga berkembang judulnya menjadi 3 kata *mungkin sekarang masih kali ya* seperti:  Kemilau Cinta Kamila, Apa Lagi Ya? … yang terakhir bukan judul sinetron, berhubung saya sudah pensiun dari dunia pesinetronan ^^. Terakhir saya sempat mengikuti itu KCK, tapi setelah ditarikulur ceritanya sama scriptwriternya saya jadi malas, sekarang kalo lihat saja, mual rasanya. Parahhh.

Seumur-umur saya belum ketagihan menonton Cinta Fitri, yang konon katanya satu-satunya sinetron yang masuk akal di negara Indonesia pada zaman serba ga pake akal ini. Teman saya malahan ada yang bela-belain cepat-cepat pulang setelah berbuka puasa bersama. Kirain mau tarawihan lebih cepat, eh gak taunya hanya demi melihat kelanjutan kisah percintaan Fitri dan Farel. Halah-halah. Parah. Menurut saya sih CF ga jauh bedalah sama yang sejenisnya. Masak Miska ga da matinye! Bodoh banget semua bisa dibohongin sama dia. Apa semudah itu membalikkan nama kepemilikan sebuah perusahaan, soalnya dengan cepatnya semua harta keluarga Hutama dapat dimilikinya. Eh kok jadi membahas CF ya??…. 😀

Berbicara pemainnya juga uanehh, ga masuk akal, Jenderal! Yang jahat, jahatttttt banget, yang baik baiiiiiikknya ga ketulungan juga sampe, sampe ga da perlawanan sedikitpun kalo dijahati sama pemeran antagonis. Nrimo. Sabar kali gitu ya maksudnya si Sekripraiter-nya. Yang baik ini biasanya miskin, tapi cantik. Hihi. Yang jahat sudah jelas kaya, tapi cantik juga sih. Cuman ya agak-agak menor gitu dandanannya :D. Yaa Kalo ga cantik jangan mimpi jadi pesinetron Indonesia. Ada formasi, jadi babu atau pemegang payung mungkin hoho…sadis! Yang ga cantik ga boleh protes. Hihi.

Daripada pusing sama sinetron, mari kita kembali ke dorama saja.

Diantara sekian dorama yang sudah saya konsumsi, 1 ritteru no namida (1 litre of tears) masih menempati tempat teratas di hati saya. Kisah nyata yang diangkat ke layar kaca ini begitu menyentuhh jiwa, sampai-sampai saya meneteskan airmata mulai episode 3 (semuanya 11 episode, juga ada season 2 nya), selanjutnya berliter-liter airmata tak terbendung. Suedihhh. Alam saja yang macho nangis hihi… gitu katanya dulu.

Yang saya suka, bukannya hanya kerealitaannya, juga durasinya singkat, seringnya 11 episode saja. Biasanya sih Jepang itu doramanya disesuaikan dengan season di sana. Beda ya sama Indonesia, sinetronnya bisa beratus-ratus episode, bisa 7 musiman dari musim duren sampe musim kawin, trus musim duren lagi, masih muter-muter di situ-situ aja.

Biasanya sih, adegan dorama ini ngebosanin. Pelakonnya ga banyak gerak, ga banyak dialog. Tapi banyak bahasa tubuhnya, yang hampir kesemuanya bersahaja. Dandanan juga tidak menor. Sangat minimalis bahkan nyaris tidak ada, namun tetap enak dilihat. Dari pakaian juga dominan dengan warna lembut dan bersahaja, hanya untuk pemeran tertentu saja yang diberi pakaian lebih mini. Mmm… sejauh ini masih nyamanlah untuk dinikmati. Tapi ga tau juga ya yang di Jepang sana, yang katanya untuk semua acara televisinya ga pake sensor. Ha-lal semuanya. (- -“)

Dulu sewaktu di kost-an Bandeng 7 *kuangeeenn…kangen…kangen* saiia dan Aziz sering banget “protes” sama sutradara dan scriptwriter, mungkin kalo kami yang jadi artisnya bakalan dikeluarkan sejak shooting-an episode pertama, haghah. Tapi kalo Asmirandah, Naysilla Mirdad, Dude Herlino, Laudya Cinta Bella, Shireen dst dsb dsb ya ga mungkin proteslah sama ceritanya ngaco meunan, kan mereka tidak sempat nonton apa yang sudah mereka lakonkan. Sibuk kejar tayang sama episode berikutnya. Yang penting ratingnya tinggi. Aman. Pembodohan publik. Herannya banyak ibu-ibu yang ga protes ya? Menikmati sekali malah. Duuhh../ngurut dada/.

…. …. ….. /kehabisan kata-kata/. Sudah ah.